Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Design created with PosterMyWall

Iksan Ahmad, Nelayan Gurita dari Arubara

Dok.Tananua Flores/@iksan

Tananua Flores.id- Di pesisir timur wilayah Kabupaten Ende, Iksan Ahmad hidup dalam kesederhanaan. Bersama istri dan dua orang anak, serta ditemani kedua orang tuanya yang sudah berusia senja, mereka tinggal di Arubara, Kelurahan Tetandara, Kecamatan Ende Selatan. 


Kehidupan mereka adalah potret keluarga nelayan tradisional di pesisir Nusa Tenggara Timur. Bagi Iksan dan juga orang tuanya, nelayan tidak hanya sekedar profesi untuk menyambung hidup, lebih dari itu, merupakan warisan leluhur yang telah diturunkan dari generasi ke generasi, dan terus mereka lakoni hingga saat ini.


Iksan tergolong muda. Usianya 33 tahun. Rekan-rekan seumurannya lebih memilih pekerjaan lain seperti ojek, sopir, atau merantau. Tetapi Iksan Ahmad tetap konsisten menjadi nelayan yang telah menjadi warisan dari orang tuanya. Baginya, menjadi nelayan jauh lebih baik dari pada bekerja pada perusahaan atau sejenisnya. Ia tidak ingin orang lain akan mengendalikan dalam bekerja. Inilah alasan mendasar mengapa Iksan Ahmad tetap memilih menjadi nelayan.


Salah satu komoditi laut yang ditangkap Iksan adalah gurita. Spesies ini memiliki nilai ekonomi tinggi dan didukung oleh rantai penjualan yang baik. Ditambah relasi yang telah dibangun oleh nelayan dengan pengumpul hingga ke perusahaan bernama PT Agrita Best yang lokasinya berada di Kabupaten Sikka. Masyarakat pesisir pada umumnya dan juga nelayan gurita seperti Iksan memasok hasil tangkapannya ke perusahaan tersebut.


“Tahun 2018-2019 lalu kami pernah mengalami panen raya gurita. Harga pada waktu itu sangat mahal berkisar antara 40 ribu rupiah hingga 50 ribu rupiah per kilogram,” ujar Iksan.


Iksan sendiri merupakan nelayan dengan tangkapan gurita terbanyak selama sembilan bulan (Oktober 2019-Juni 2020), berdasarkan data enumerator atas nama Ifan Haji Ahmad dan Baiq Asmini.

 Sebagaimana nelayan tradisional lainnya, Iksan hanya bemodalkan perahu ketinting yang sudah tua, itu pun adalah perahu warisan dari orang tuanya. Setiap hari Iksan menghabiskan waktunya, sedikitnya 6 jam sehari berada di laut. Kadang ia pergi melaut sendiri, kadang bersama ayahnya yang sudah renta. Hasilnya pun seperti sudah diketahui, kadang dapat gurita, kadang hasilnya nihil. Namun semangat Iksan tidak pernah pudar.


Iksan berbagi cerita bagaimana saat menangkap gurita. Menurutnya gurita sangat pintar melindungi diri dari serangan yang datang dari luar. Gurita akan mengeluarkan tintanya dan masuk dalam lubang karang. Bahkan sangat sulit untuk terlepas apa bila sudah menempel pada karang. Gurita juga akan mudah beradaptasi, misalkan pada lubang karang yang berwarna hitam, maka gurita juga akan menyesuaikan dirinya menjadi warna hitam. Jika di karang berwarna coklat, gurita juga ikut sesuai dengan karang yang berwarna coklat.


“Tapi ada tanda-tanda khusus yang menunjukkan ada gurita atau tidak. Kalau ada gelembung air yang keluar dari lubang karang, berarti ada gurita di dalamnya,” ungkap Iksan.


Rusaknya Habitat Biota Laut

Pemahaman masyarakat pesisir di Arubara dalam pengelolaan sumber daya laut masih rendah. Menurut Iksan, perusakan ekosistem laut mereka dilakukan orang luar. Ia menyebut nelayan dari Sulawesi dan juga dari Bima serta Sumbawa, yang datang dengan kapal berukuran besar. Kapal tersebut berlabuh di pelabuhan dan pada malam mencari lobster dengan cara yang merusak.


“Bahkan ada yang menggunakan bom, menggunakan sianida atau potas, dan juga membuang sampah tidak pada tempatnya,” ungkap Iksan.


Akibat dari perbuatan mereka, karang menjadi rusak dan warnanya menjadi putih. Hal ini berpengaruh ke tempat hidup gurita, yang berpindah ke tempat lebih dalam atau bahkan bisa jadi musnah.”


Kerusakan ekosistem tersebut membuat tangkapan gurita nelayan menurun dari waktu ke waktu. Sementara penangkapan yang ramah lingkungan dan tidak menggunakan alat tangkap yang merusak adalah harapan dari Iksan Ahmad selaku nelayan kecil yang menggantungkan hidupnya di lautan.


Masyarakat Arubara saat ini didampingi oleh Yayasan Tananua Flores untuk melakukan edukasi dan juga memfasilitasi warga untuk tetap menjaga sumber daya lingkungan pesisir yang lestari. Arubara mulai menampakan sedikit perubahan tentang Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Salah satunya seperti persoalan sampah. Sebelumnya masyrakat dan juga nelayan sering buang sampah sembarangan ke pantai. Karena terus diedukasi tentang pola hidup sehat dan kelestarian ekosistem pesisir, maka masyarakat mulai berkomitmen dalam mengumpul sampah dan kemudian diangkut oleh truk sampah.


Sekarang sudah menjadi kewajiban masyarakat untuk mengumpul sampah pada masing–masing rumah di lingkungan Arubara, lalu diangkut seminggu sekali oleh truk dan dibawa ke tempat sampah yang telah disediakan oleh pemerintah setempat.


Saat ini, khusus di daerah Arubara telah menjadi destinasi wisata lokal yang ada di Kabupaten Ende. Hal ini didukung oleh lokasinya yang tidak jauh dari kota Ende. Salah satu yang menjadi daya tarik  adalah pantai 88 Arubara yang sering dikunjungi oleh masyarakat Kota Ende. Di tempat ini dibangun tembok abrasi untuk menjadi penahan tempat pemukiman warga dan didesain menjadi tempat untuk joging oleh masyarakat, ditambah pemandangn yang sangat indah.


Dampak Virus Corona


Pandemik virus corona yang melanda dunia, ikut juga berdampak pada masyarakat Arubara. Pendapatan nelayan menurun karena harga ikan dan juga gurita turun drastis. Pasar sepi. Warga takut terinfeksi virus corona. Harga ikan yang sebelumnya per ekor 1.500 rupiah, turun menjadi 300 rupiah per ekor untuk jenis ikan kombong padi. Sedangkan harga gurita yang sebelumnya 30 ribu rupiah per kilogram turun drastis hingga titik terendah.


Kondisi ekonomi masyarakat pesisir saat ini memang sangat memprihatinkan karena ketahanan pangan nelayan sangat tergantung pada pasar. Pada umumnya nelayan tidak memiliki kebun untuk pangan seperti petani yang ada di desa pedalaman atau pegunungan. Kelangsungan hidup nelayan kini, hanya bisa membiayai hidupnya seperti membeli sembako. Bantuan Sosial Tunai ( BST) dari pemerintah untuk masyarakat Arubara tidak semua warga masayarakat mendapatkannya.


Jumlah yang mendapat bantuan BST hanyalah 37 Kepala Keluarga. Bantuan lain yang datang dari swasta, yakni perusahaan PT Agrita Best berjumlah 30 Kepala Keluarga. Sedangkan warga lainnya belum mendapatkan bantuan baik dari pemerintah maupun dari lembaga atau instansi lain.


“Bantuan seharusnya tepat sasaran pada warga yang butuh uluran tangan, karena banyak kasus yang selama ini terjadi seperti adalah nama ganda atau terima bantuan dua kali. Ada yang terima Program Keluarga Harapan (PKH) dan terima lagi di Bantuan Sosial Tunai (BST),” kata Fudin Ali selaku ketua RT 04 Lingkungan Arubara.


Sementara Kepala Kelurahan Tetendara, Anwar Hama, mengakui masalah terjadi nama ganda serta tumpang tindih data lama dan baru dalam menerima bantuan. Namun pihaknya sedang melakukan proses cek data bersama para pendamping dan juga pihak terkait. Ia menegaskan tidak akan ada lagi bantuan ganda demi keadilan seluruh warga di Arubara.***Aldo YTNF

Posting Komentar

0 Komentar