Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Design created with PosterMyWall

Kelompok Wanita Mandiri Kolikapa Menopang Ekonomi Keluarga dengan Menenun


Foto. Kelompok Wanita Mandiri Kolikapa


TananuaFlores.id - Kelompok Wanita Mandiri Kolikapa Menopang Ekonomi Keluarganya dengan Menenun yang merupakan salah satu ciri khas kerajinan Tangan kebudayaan Ende Lio


        Tenun merupakan sala satu kerajinan tangan yang lazim  dilakukan oleh para wanita dari Nusa Tenggara Timur (NTT) pada umunya.  Selain sebagai tuntutan dari berbagai kegiatan budaya yang ada di  daerah masing-masing,  juga diperuntukan sebagai sala satu sumber  pendapatan ekonomi keluarga melalu penjualan  ke pasar terdekat maupun pada titik destinasi pariwisata.

Kegiatan tenun saat ini sudah menjadi tradisi serta kekhasan dari para wanita NTT  dalam menunjukan identitas sebagai insan yang hebat dan istimewa.  Hal itu terbukti ketika hasil tenun tidak saja dipakai oleh para wanita melainkan pria untuk  menggambarkan keperkasaan  dalam kehidupan berbudaya.

    Berdasarkan survei dari Indeks Pembangunan Desa pada tahun 2018, NTT mengalami peningkatan pada industri kecil. Peningkatan tersebut terjadi dari jenis industri kain tenun sebanyak 24 persen atau 1.477 desa / kelurahan dari total desa/kelurahan 3.026 ( BPS/IPD 2018 ).

    Potensi tenun di Kabupaten Ende Berdasarkan pemetaan wilayah pengrajin tenun, dapat disebutkan beberapa kecamatan diantaranya, Kecamatan Ende, Ende Utara, Ende Selatan, Ende Timur, Kecamtan Nangapanda, Pulau Ende, Ndona, Wolojita, Wolowaru, dan Ndori. Sejumlah desa dari beberapa kecamatan diatas memiliki potensi penghasil tenun.

    Kabupaten Ende merupakan  sala satu daerah yang memiliki dua suku yaitu Ende dan Lio. Dua suku tersebut tentu memiliki ciri yang  berbeda pada busana adat jenis sarung dari tenun untuk di pakai para wanita dan pria atau dalam bahasa setempat disebut Lawo/zawo “ sarung wanita dan ragi/ Luka “ sarung Pria. Sarung tersebut dihasilkan dari ide dan tangan para wanita Ende Lio melalui proses Tenun. Meski memiliki motif yang beraneka ragam, namun hasil tenun tersebut tetap menjajdi tradisi  daerah  setampat dalam urusan budaya.

Wanita desa Kolikapa dalam Bertenun

Desa Kolikapa Kecamatan Maukaro Kabupaten Ende, merupakan desa transmigrasi lokal (translok) yang ada di bagian barat kabupaten Ende pada tahun 1990. Penduduuk desa Kolikapa sebanyak 552  jiwa saat ini (2020), dengan mata pencaharian yang sangat fariatif mulai dari bertani, beternak dan usaha kecil (kios dan pedagang).

Dari total penduduk tersebut, sebanyak 243 ( 44,02% ) jiwa bergelut pada bidang pertanian, serta potensi unggulan yang paling menonjol adalah jenis komoditi jambu mente. Kondisi tersebut mengharuskan masyarakat setempat untuk mencari sumber pendapatan tambahan  sesuai potensi alam dan keterampilan yang dimiliki sehingga dapat membantu menambah pendapatan keluarga mereka.

    Dalam kehidupan keseharian, masyarakat setempat melakukan aktifitas berkebun sesuai dengan musim bercocok tanam. Sesuai kelender musim  pada bulan juli sampai september, masyarakat setempat melakukan aktifitas pada kebun jambu mente, oktober sampai desember masyarakat setempat melakukan persiapan pada tanaman pangan ( jagung dan padi ) pada bulan februari sampai april masyarakat setempat melakukan persiapan panen dan panen pada kebun pangan yang ada, sementara pada bulan mei sampai  juli masyarakat setempat memiliki waktu yang renggang dalam bertani.

    Dalam mengisi waktu yang kosong tersebut, beberapa wanita desa Kolikapa mulai berkatifitas menenun secara individu di rumah tempat tinggal masing-masing. Upaya tersebut sebagai sebuah alternatif dalam meningkatkatkan pendapatan ekonomi keluarga mereka. Hasil yang diperoleh dalam bertenun tidak sebarapa, sekedar untuk melengkapi tuntutan budaya pada saat  hajatan adat, sisanya untuk dijual kepasar terdekat untuk keperluan rumah tangga dan biaya anak sekolah mereka.


Peran LSM Tananua Flores terhadap wanita Kolikapa

    Yayasan Tananua Flores ( YTNF ) Ende, merupakan sebuah Lembaga Swadaya yang hidup bersama Masyarakat desa dan pesisir dalam upaya memperbaiki kualitas Hidup masyarakat dari ketidak berdayaan menuju kesejahteraan lewat perjuangan masyarakat itu sendiri.Secara kelembagaan, Yayasan Tananua Flores melalui staf lapangan,  mendampingi masyarakat desa Kolikapa ( sala satu dari 26 desa dampingan) Kecamatan Maukaro Kabupaten Ende, sejak tahun 2015, dengan kegiatan meliputi organisasi petani, Pertatanian berkelanjutan, kesehatan primer dan ekonomi kerakyatan. 

Melihat fenomena yang terjadi pada masayarakat desa Kolikapa dari  siklus kelender musim dan kebiasaan keseharian, timbul upaya untuk mengoptimalkan potensi masyarakat dengan keterampilan yang mereka miliki. Pada bulan februari 2020, staf lapangan mengorganisir delapan wanita/ ibu-ibu  Kolikapa yang memiliki keterampilan bertenun. Atas dasar kemauan dan kesepakatan bersama delapan wanita tersebut maka terbentuklah sebuah kelompok kerajinan tangan Tenunun dengan nama “Kelompok Wanita Mandiri”.

    Dalam melakukan pengorganisasian kelompok wanita mandiri, para anggota berswama staf lapangan YTNF  melakukan proses perencanaan dan pembagian peran. Semua kegiatan sejak awal pembentukan kelompok sampai dengan proses tenun berjalan, para anggota kelompok memulai secara swadana, swadaya dan gotong royong. Sampai saat ini (september 2020)  kelompok wanita mendiri telah melakukan usaha bersama dari hasil produksi tenun tanpa ada bantuan berupa finansial dari pihak lain.

    Selama perjalanan kegiatan pada bulan pertama, Proses kerja dilakukan secara terpusat pada lokasi rumah sala satu anggota Kelompok dan menghasilkan 4 lembar sarung dengan harga rp.300.000 per lembar. Satu hal yang menarik dari para wanita tersebut adalah ketika mereka mengusulkan sebuah kesepakatan bersama yaitu kekhasan kelompok dalam memproduksi jenis kain pria atau dalam bahasa Ende-Lio disebut Luka/Ragi. Tidak hanya sebatas satu jenis Motif saja namun  para wanita tersebut berkoimitmen untuk memproduksi tenun dengan satu ragam motif (gambar terlampir).

Dari perjalanan kegiatan tenun sampai saat ini ( November 2020), hasil produksi dibeli oleh beberapa konsumen yang ada diwilayah desa tetangga, bahkan beberapa diantaranya adalah warga diluar kecamatan Maukaro, yang mengetahui informasi lewat media sosial. Hasil yang diperoleh melalui penjualan tersebut diperuntukan 10 persen untuk khas kelompok, 10 peren untuk belanja /modal kelompok dan sisanya dibagikan kepada anggota kelompok untuk keperluan keluarga masing-masing. 

Mengingat efektif dan efesien dalam bekerja maka, melalui staf YTNF para wanita tersebut menyepakati untuk pembagian kelompok kerja yaitu dua orang dalam satu lembar kain pada satu titik lokasi.  Para anggota menyepakati hal itu mengingat peran mereka selain sebagai anggota kelompok juga sebagai ibu rumah tanggu. Dalam satu minggu mereka mengalokasikan 1 hari khusus yaitu hari sabtu sebagai hari wajib tenun bersama pada satu titik lokasi kegiatan guna melakukan pertemuan mingguan.

Kelompok wanita mandiri memproduksi sarung tenun untuk para pria

    Hal menarik yang perlu kita lihat pada kelompok wanita mandiri Kolikapa, selain usaha tenun sebagai kegiatan alternatif menambah pendapatan keluarga, juga sebuah persembahan khusus bagi seluruh pria yang hendak menggunakan hasil karya para wanita tersebut.

Dari berbagai keterbataan yang mereka mulai, para wanita tersebut mencoba membuktikan keikhlasaan yang hakiki dari sebuah model pelayanan kepada lawan jenis. Soal harga dan mutu prodak merupakan suatu hal yang relatif dan tidak mengikat terhadap semangat para wanita untuk menjunjung keperkasaan para pria lewat hasil tenun luka/ragi.

Peluang pasar juga sebagai sebuah alasan lain yang mendorong para wanita tersebut menangkap memilih jenis usaha mereka karena dalam berbagai iven budaya Ende-Lio sendiri sampai saat ini belum ada pertunjukan dari para kontestan pria yang menyeragamkan busana ragi/luka, dalam tarian adat maupun paduan suara, disebabkan banyaknya motif sarung pria” ragi/luka, yang diproduksi oleh para penenenun Ende-Lio. Maka lahirlah ide dari wanita mandiri untuk menyepakati dan berkomitmen  jenis sarung dan motif yang khas hasil produksi mereka.

    Pilihan wanita mandiri terhadap jenis sarung yang diproduksi  mencerminkan tradisi wanita Ende-Lio dalam kaca mata zaman. Secara spontan dan melalui proses alamia, mereka membuktikan konsistensi budaya di era modern saat ini. Ketika liberalisasi di era milenial makin mencuak lewat  berbagai teknologi canggih  bahkan mengguncang nalar para cendikiawan yang saat ini masih memperjuangkan  kekuata budaya, namun kita bersyukur bahwa masiih ada para wanita yang sedang melakukan revitalisasi  dan mempertahankan keaslian dari rahim budaya yang asli. Mereka mencoba mendekatkan pelayanan terhadap para lawan jenis yang memiliki peran dan aksi cukup besar dalam memengaruhi tatanan kehidupan sosial dari komunitas mereka.

Praktek Gender Dari Segala Keterbatasan

Sebelum tahun 1970 masih terjadi kesenjangan gender yang cukup terasa di berbagai lini kehidupan masyarakat. Perempuan dibatasi dari berbagai bidang kehidupan dalam melakukan aktifitas. Sala satu contoh yang bisa disebut adalah wanita boleh melakukan pekerjaan pada bidang tertentu seperti halnya penguasa dan penjaga dapur.

Sehingga tingkat kemiskinan semakin menjadi peluang. Pada abad ke 20 praktek gender semakin kelihatan disebabkan banyak perempuan boleh menggelut tingkat pendidikan secara bebas sesuai kemauan dan kemampuan ekonomi. Pada sisi yang lain perlu diakui bahwa peran pemerintahan dan sejumlah organisasi yang memperjuangkan gender semakin konsisten.

Peran wanita dalam prespektif gender sesungguhnya adalah melakukan sesuatu hal yang sanggup dilakukan tanpa ada tekanan psikologi dari siapapun dan dari pihak manapun. Indonesia saat ini sedang konsen  merespon gender Melalui Kementrian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak (KP3A). Namun masih banyak keterbatasan masyarakat terahadap paham  gender  menjadi sebuah tantang yang besar dari para pemerintah dan organisasi lain yang sedang memperjuangkan keadilan gender. Praktek gender sering disepelehkan bahkan sulit membuka isolasi dari tekanan budaya.  Para wanita identik dengan penguasa dan penjaga dapur, padahal mereka memiliki kelebihan yang juga tidak berbeda dengan para pria dalalam hal peran dan tanggung jawab. Dari urusan dapur mereka mampu menggandakan peran demi masa depan keluarga. 

Baca Juga : Misereor & Tana Nua :Tolak Sistem Pertanian Berbasis Kimia, Pertahankan Budaya Lokal

    Kita pun diajak untuk melihat secara dekat, wanita memiliki jam kerja lebih benyak dari pria. Mereka selalu berusaha untuk bangun terlebih dahulu dari tidur pagi, dan berusaha untuk tidur paling terakhir dimalam hari. Kebiasan seperti ini mau menggambarkan kepada kita bahwa dibalik kehebatan pria yang bisa diukur dan dilihat, juga  ada kehebatan wanita yang jauh lebih besar dari pria. Maka kitapun perlu mengakuai soal peran para wanita yang tidak kelihatan namun membawa perubahan yang besar bagi masa depan keluarga.

Para anggota kelompok wanita mandiri desa Koikapa, telah menerapkan praktek gender dari segala keterbatasan yang mereka miliki. Dari proses perjalanan kelompok tenun, para wanita tersebut telah membuktikan bahwa upaya meningkatkan kesejahteraan keluarga, dengan menambah jenis kerja produktif tidak membuat mereka merasa tidak adil soal peran dalam rumah tangga. Para wanita tersebut justru berinisiatif secara bersama agar potensi mereka dapat tersalur secara tepat dalam memproduksi tenun. Sehingga mereka dapat berkontribusi terhadap peningkatan pendapatan ekonomi keluarga secara langsung.

    Proses alamia dari kelompok wanita mandiri tersebut akan menjadikan benih yang baik bagi para generasi saat ini, bahwa pembelajaran secara langsung dari para wanita yang memposisikan diri sebagai guru tanpa titel, bahkan  menjadi peluang bagi seluruh generasi, agar menjadi bekal bagi kehidupan berbudaya dan masa depan.


Oleh : Anselmus Kaki Reku  

( Yayasan Tananua Flores Mengorganisir para ibu di Kolikapa )

Staf Lapangan YTNF

Nonton Sekarang

 

Posting Komentar

0 Komentar